
wartamoro.com , JAKARTA - Indonesia perlu memperkuat transfer teknologi pembangkit listrik berbasis pengelolaan sampah (PLTSa) yang ramah lingkungan, demi mempercepat upaya transisi energi sekaligus mengatasi masalah tata kelola sampah kota di berbagai wilayah.
Komitmen Tanah Air sebenarnya telah tergambar dari rencana revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 yang meningkatkan target investasi PLTSa nasional dari sebelumnya hanya di 12 wilayah menjadi 33 wilayah.
Selain itu, berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru untuk periode 2025–2034, pembangkit berbasis bioenergi, baik dari biomassa, biogas, maupun sampah, ditetapkan akan menyumbang 0,9 GW secara nasional.
Sejalan dengan hal tersebut, SUS ENVIRONMENT—penyedia teknologi insinerasi limbah terbesar di dunia dan salah satu dari tiga investor global terbesar dalam proyek pengolahan limbah menjadi energi (WTE) yang juga berinvestasi di Indonesia—berkomitmen untuk mendukung pemangku kepentingan di Indonesia dalam memperkuat upaya transfer teknologi.
Salah satu upaya tersebut dilakukan dengan memfasilitasi kunjungan perwakilan pemerintah Indonesia ke Xi'an, Tiongkok, untuk menghadiri Konferensi Teknologi dan Perangkat Pengolahan Sampah ke-11 serta Konferensi ISWA Beacon Pertama tentang Pengolahan Sampah ke Energi pada awal bulan ini.
Ketua dan CEO SUS ENVIRONMENT Long Jisheng yang berbicara dalam forum tersebut pada sesi bertajuk "Energized Development of Solid Waste & Exploration of Best Practice", menekankan bahwa transfer teknologi sangat penting untuk membantu Indonesia mewujudkan komitmennya dalam pengembangan WTE.
Sebagai informasi, SUS ENVIRONMENT saat ini sedang menginvestasikan 200 juta dolar AS dalam proyek PLTSa di Makassar, Sulawesi Selatan. Fasilitas ini akan memproses 1.300 ton sampah per hari melalui dua jalur insinerasi, masing-masing berkapasitas 650 ton/hari, dan diperkirakan akan selesai pada akhir 2026.
"Kami dengan senang hati menyambut para pemangku kepentingan dari berbagai negara, termasuk delegasi khusus dari Indonesia, untuk menghadiri konferensi dan mengikuti kunjungan lapangan ke fasilitas WTE operasional kami di Xi'an," kata Long dalam pernyataannya kepada Bisnis, dikutip Jumat (11/7/2025).
Sebagai bagian dari agenda transfer teknologi, delegasi Indonesia juga melakukan kunjungan ke Proyek SUS Gaoling yang terletak di Distrik Gaoling, Xi'an, dan dikelola oleh SUS ENVIRONMENT. Proyek ini merupakan yang pertama di Provinsi Shaanxi yang menerapkan sistem pengolahan limbah padat perkotaan terpadu dengan pembangkit listrik dan pemanas ( Pembangkitan bersama ).
Proyek ini, yang telah beroperasi sejak Januari 2020, dianggap sebagai proyek percontohan. Fasilitas ini menggunakan sistem insinerator modern dengan kontrol emisi yang ketat, pemantauan digital, dan teknologi konversi energi yang efisien.
Secara khusus, fasilitas ini dilengkapi dengan teknologi digital canggih untuk membuat proses waste-to-energy menjadi lebih aman, ramah lingkungan, efisien, dan berkelanjutan.
Dengan luas area 101.667 m², Proyek SUS Gaoling memiliki kapasitas pengolahan sebesar 2.250 ton sampah per hari, melayani lima distrik di Xi'an dengan total populasi lebih dari 2,6 juta jiwa. Fasilitas ini mengoperasikan tiga tungku pembakaran tipe mekanik dan dua unit turbin generator.
"Sebagai sampai Desember 2024, Proyek Xi’an Gaoling telah memproses 4,14 juta ton sampah padat perkotaan dan menghasilkan lebih dari 2 miliar kWh listrik. Proyek ini juga telah menyuplai 0,9 juta GJ panas untuk setiap musim dingin," tambahnya.
Proyek ini juga menerapkan teknologi emisi ultra rendah, dengan teknologi pengolahan limbah padat multi-sumber yang memungkinkan pengurangan kumulatif emisi gas rumah kaca setara dengan 1,49 juta ton CO₂.
"Sebagai hasilnya, proyek ini juga telah menjadi pusat edukasi lingkungan bersertifikasi nasional, yang menerima lebih dari 7.400 pengunjung setiap tahunnya, termasuk pelajar, anggota komunitas, dan mitra industri," katanya.
Mewakili delegasi Indonesia, Asisten Deputi Infrastruktur Energi dan Telekomunikasi Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Ridha Yasser setuju bahwa transfer teknologi merupakan keharusan.
"Dari berbagai teknologi yang dibahas dalam konferensi tersebut, Indonesia berharap bisa mendapatkan dukungan berbagai teknologi pemusnahan dan pemanfaatan sampah, serta pendekatan engineering sosial untuk pengelolaan sampah dari sumbernya," jelas Ridha.
Terlebih lagi, Indonesia masih membutuhkan lebih banyak inspirasi untuk membangun proyek-proyek perintis yang dapat diterapkan secara luas guna mendukung inisiatif energi hijau dan pembangunan berwawasan lingkungan.
"Semua ini penting untuk mengoptimalkan berbagai opsi agar memaksimalkan upaya penyelesaian sampah kota sekaligus menekan biaya operasionalnya," tambahnya.
Senada, Analis Kebijakan Ahli Madya dari Kementerian Keuangan Agunan Samosir menilai Indonesia membutuhkan transfer teknologi untuk mengatasi masalah persampahan, terutama di wilayah perkotaan. "Pengolahan sampah dengan teknologi yang canggih terbukti bisa mengurangi sampah secara masif," katanya.
Posting Komentar