
wartamoro.com, Hepatitis alias inflamasi pada liver tetap jadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Kesadaran publik mengenai kepentingan imunisasi yang rendah dan sifat virus hepatitis seringkali tidak bergejala saat fase awal menyebabkan kondisi ini berkelanjutan penyebarannya secara meluas.
Dr. Steven Zulkifly, Sp.PD, seorang dokter ahli penyakit dalam di Rumah Sakit Siloam Kebon Jeruk, menyatakan bahwa hepatitis bisa dipicu baik oleh faktor infeksi ataupun non-infeksi. Virus adalah penyebab utama yang umumnya terjadi, dengan virus hepatitis A, B, serta C sebagai jenis yang paling kerap ditemui.
Virus hepatitis A, B, C, D, sampai E merupakan sumber infeksi yang paling umum. Terdapat juga infeksi oleh cytomegalovirus, virus herpes, dan parasit Fasciola hepatica. Menurut dr Steven pada pernyataan tertulisnya hari Senin, di kalangan publik, hepatitis A, B, dan C lebih banyak ditemui.
Inflamasi liver dapat disebabkan oleh pemakaian minuman beralkohol, mengonsumsi beberapa jenis obat, kondisi autoimmune, dan penebalan lever.
Hepatitis A tersebar lewat rute fecal-oral, biasanya disebabkan oleh konsumsi makanan atau minuman yang telah tercemar tinja pengidapnya dan juga bisa melalui perilaku seksual. Upaya untuk menghindari Hepatitis A mencakup penjagaan kebersihan pada makanan, area masak, peralatan makan, pelaksanaan standarisasi kesehatan lingkungan, berpraktik seksual secara aman, memastikan semua hidangan dimasak sampai benar-benar matang, serta mendapatkan imunisasi hepatitis A sebanyak dua kali dengan jarak waktu enam bulan di antara suntikan tersebut.
Tidak seperti hepatitis A, penyakit hepatitis B dan C tersebar melalui cairan darah. Transmisi bisa terjadi secara vertical, yaitu dari ibu kepada anaknya selama masa kehamilan atau proses kelahiran, serta transmisi horizontal yang mungkin timbul akibat menggunakan alat suntik yang belum steril pada saat membuat tato, melakukan piercing, ataupun dalam berbagai jenis perilaku seksual. Orang-orang di kisaran umur aktif antara 35 sampai 60 tahun dipandang sebagai golongan paling mudah tertular oleh infeksi tersebut.
Virus hepatitis A bisa bertahan diluar sel tubuh dalam periode inkubasi antara tiga sampai empat minggu. Meskipun kebanyakan kasus hepatitis A akan pulih tanpa pengobatan khusus, pemberian vaksin masih sangat direkomendasikan. Penanganan untuk hepatitis A lebih berfokus pada dukungan serta penyesuaian sesuai dengan gejalanya, namun jika terdapat kondisi gagal hati, pasien harus mendapatkan perawatan yang intensif di rumah sakit.
Bagi penderita hepatitis B, proses vaksinasi dijalankan dalam tiga tahap pada umur nol, satu, serta enam bulanan, sehingga memberikan perlindungan sepanjang hayat dengan tingkat keberhasilan antara 90 sampai 95 persen. Walau begitu, perlu dicatat bahwa hingga kini belum ditemukan obat yang dapat memusnahkan virus hepatitis B secara total. Sedangkan untuk kasus hepatitis C, sementara tidak terdapat vaksin, penyembuhan melalui penggunaan Obat Anti Virus Aktif Langsung (DAAs) selama periode 3-6 bulan telah membuktikan hasil positif.
RS Siloam Group sudah menyiapkan berbagai layanan komprehensif mulai dari pencegahan, diagnosa, sampai terapi penyakit hati atau hepatitis. Ini mencakup adanya lab medis, prosedur endoskopi, serta ada juga skema pantauan bertahap bagi mereka yang menderita hepatitis B dan C.
Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2022, terdapat sekitar 304 juta individu global yang mengidap penyakit hepatitis B atau C secara persisten. Dari jumlah tersebut, 86% pasien hepatitis B serta 63% kasus hepatitis C belum menyadari kondisi kesehatannya ini.
Symposium Internasional Penyakit Menular Asia-Pasifik (APAC-IRIDS) 2024 yang digelar di Ho Chi Minh City menyatakan bahwa kematian disebabkan oleh hepatitis di wilayah Asia-Pasifik mencapai angka 1 juta orang per tahun, tiga kali lebih banyak daripada kasus HIV/AIDS. John Ward, direktur dari Aliansi Global untuk Pemutusan Hepatitis, menjelaskan bahwa kurangnya sistem pemeriksaan, dana, serta program imunisasi semakin memburuk masalah tersebut.
Sebaliknya, jantung yang merupakan organ penting memiliki peran dalam memroses gizi, menyaring darah, detoksisasi, serta sintesa protein. Kehancuran jantung karena hepatitis akan memberikan dampak terhadap keseluruhan sistem tubuh manusia. Dr. Nguyen Van Vinh Chau, Presiden Federasi Asosiasi Penyakit Infeksi Kota Ho Chi Minh, mengestimasi bahwa satu orang dari setiap sepuluh penduduk Vietnam tinggal bersama hepatitis B Kronis, dan kanker hati adalah alasan utama untuk angka kematian tertinggi di negera itu.
Di Indonesia, Departemen Kesehatan melaporkan bahwa lebih dari 20 juta penduduk negara ini menderita hepatitis, dengan mayoritas kasus adalah hepatitis B. Mulai tahun 2016, data menunjukkan ada sekitar 51.100 kematian per tahun yang disebabkan oleh hepatitis B serta 5.942 kematian lainnya karena hepatitis C. Berdasarkan informasi dari BPJS Kesehatan, jumlah kematian akibat sirosis dan kanker liver mencapai 2.159 jiwa di tahun 2022.
Hepatolog dari RSCM, Andri Sanityoso Sulaiman, mengatakan pada konferensi APAC-IRIDS 2024 bahwa masalah hepatitis di Indonesia mirip seperti fenomena gunung es, dimana banyak pasien belum mengetahui jika mereka telah tertular penyakit tersebut. Deteksi hepatitis biasanya dilakukan lewat uji antibodi atau metode PCR, namun diagnosis ini sering kali hanya didapatkan ketika seseorang menjalani prosedur pemeriksaan darah untuk mendonorkan darah ataupun sebagai bagian dari persyaratan pekerjaan.
Diskriminasi terhadap mereka yang mengidap hepatitis masih berlanjut. Ada beberapa perusahaan yang mensyaratkan adanya bukti negatif tes HBsAg untuk masuk ke dalam daftar penerimaan pekerja atau promosi posisi.
Sebagai bagian dari upaya internasional, Majelis Kesehatan Dunia pada tahun 2016 sudah mengeluarkan tujuan untuk melenyapkan hepatitis B dan C sebelum mencapai tahun 2030. Menghadapi hal ini, Indonesia membalas dengan meluncurkan Program Triple Elimination yang berfokus pada pencegahan penularan HIV, sifilis, serta hepatitis B dari ibu kepada bayi mereka.
Mulai tahun 2017, puskesmas sudah melakukan skrining awal untuk HIV, sifilis, dan hepatitis B dengan metode tes cepat darah pada wanita yang sedang mengandung. Di samping itu, pemerintah pun telah memperkenalkan program vaksinasi Hepatitis B gratis bagi para petugas kesehatan mulai bulan November tahun 2023.
Meski dalam keadaan kritis, Indonesia telah menyediakan fasilitas transplantasi hati yang harganya mendekati 1 Miliar Rupiah dan disubsidi oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) senilai 300 Juta Rupiah. Selain itu, penelitian tentang terapi sel punca juga tengah berlangsung guna mempercepat proses pemulihan total pada organ hati.
Meningkatkan pemahaman publik tentang hepatitis adalah penting agar dapat menurunkan tingkat kemunculan dan mortalitas yang disebabkan oleh penyakit tersebut dengan cara menjaga gaya hidup sehat serta melakukan pemeriksaan awal.
Posting Komentar