Harapan Baru di Tengah Perang Dagang: AS dan China Siap Duduk Bareng di Swiss

Harapan Baru di Tengah Perang Dagang: AS dan China Siap Duduk Bareng di Swisswartamoro.com ,Akhir pekan ini, semua mata investor dunia tertuju ke Swiss. Bukan buat liburan, tapi untuk menantikan hasil dari pertemuan penting antara dua raksasa ekonomi dunia: Amerika Serikat dan China. Pertemuan ini diharapkan bisa jadi titik balik untuk meredakan ketegangan dagang yang sudah bikin pusing pasar global selama berbulan-bulan.

Walaupun ekspektasi akan hasil konkret masih rendah, ada secercah harapan bahwa suasana bakal mencair dan membuka jalan untuk negosiasi lebih lanjut.

📍 Latar Belakang: Awal Kisruh Perang Dagang

Sejak Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif impor besar-besaran pada awal April, kondisi perdagangan global seperti dilempar ke dalam blender. Tarif 145% untuk barang dari China disebut-sebut sebagai “embargo terselubung” oleh banyak analis, dan sebagai balasannya, China juga menaikkan tarif terhadap barang AS hingga 125%.

Salah satu pejabat di UBS, Alejo Czerwonko, menyebut momen ini sebagai:

"Negosiasi paling besar dalam sejarah perdagangan."

🤝 Apa yang Terjadi di Swiss?

Hari Sabtu kemarin, pertemuan awal antara delegasi AS dan China di Jenewa telah selesai dan dijadwalkan lanjut hari Minggu. Informasi ini diperoleh dari sumber terpercaya yang dekat dengan jalannya diskusi, seperti dilaporkan wartamoro.com.

Sayangnya, meski ada angin segar dari pernyataan Trump tentang kemungkinan penurunan tarif, dan kesepakatan dagang AS-Inggris yang diumumkan Kamis lalu, kebanyakan investor tidak berharap banyak dari pembicaraan akhir pekan ini.

“Kami tetap skeptis bahwa pembicaraan langsung AS-China akan langsung membuahkan hasil konkret,” ujar Thierry Wizman dari Macquarie.

💭 Kenapa Investor Masih Optimis?

Investor lebih ke arah berharap suasana kondusif dulu, bukan langsung hasil besar. Menurut Liqian Ren dari WisdomTree Asset Management, kedua negara masih dalam posisi saling uji strategi.

“Mereka ingin lihat bagaimana lawannya menghadapi tekanan sebelum membuka diri,” katanya.

Walaupun begitu, pasar saham mulai bangkit dari kejatuhan awal April. Indeks S&P 500 memang masih turun sekitar 8% dari puncaknya di Februari, tapi mulai stabil karena harapan akan negosiasi ini.

💣 Bahaya di Balik Optimisme

Namun, ada juga yang mengingatkan supaya jangan terlalu cepat senang. Pasar bisa kecolongan jika pertemuan di Jenewa malah berujung dengan pernyataan panas atau konflik terbuka.

“Kalau pembicaraan ini berakhir dengan saling tuduh dan tidak ada kemajuan, itu bisa jadi pukulan besar bagi pasar,” ujar Czerwonko.

Bahkan indeks volatilitas CBOE (ukuran seberapa gelisahnya investor) masih berada di angka 22, lebih tinggi dari rata-rata jangka panjang (17.6), walau sudah turun dari puncaknya 52 di awal April.

🧠 Yang Bisa Dipelajari?

Ketidakpastian ini bikin investor berhati-hati. Salah langkah, bisa jadi kerugian miliaran dolar. Bahkan satu unggahan media sosial dari Trump bisa bikin pasar naik-turun dalam sekejap!

Makanya, Matt Gertken dari BCA Research menyarankan agar investor "manfaatkan momentum yang ada" dan tetap awas terhadap gejolak geopolitik.

🔮 Ke Depan: Siap-Siap Negosiasi Paling Berat

Kalau AS-Inggris bisa deal cepat, beda ceritanya dengan China. Hubungan dagang dan politik kedua negara terlalu kompleks dan saling terkait.

“Kalau ada kesepakatan baru, mungkin dengan India, Jepang, atau Korea dulu. China? Itu yang paling sulit,” jelas Claudio Irigoyen dari BofA Securities.

Meski begitu, ada harapan kalau negosiasi kali ini bisa mencairkan suasana, membuka pintu dialog lanjutan, dan memberi China ruang untuk fokus pada masalah ekonomi domestiknya yang tak kalah serius.

Walaupun belum ada hasil besar, pertemuan ini sudah merupakan langkah penting. Karena dalam dunia diplomasi dan ekonomi global, proses kadang jauh lebih penting daripada hasil instan. Kita tunggu saja kelanjutannya, semoga negosiasi ini bisa membawa kabar baik—bukan cuma untuk AS dan China, tapi untuk seluruh dunia.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama