Intimidasi di Sidang Pembunuhan Gamma, KPAI: Aparat tidak Paham UU SPPA

Intimidasi di Sidang Pembunuhan Gamma, KPAI: Aparat tidak Paham UU SPPA

wartamoro.com, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai sidang perkara pembunuhan Gamma Rizkynata Oktavandy di Pengadilan Negeri Semarang melanggar prinsip-prinsip peradilan pidana anak. Komisioner KPAI Diyah Puspitarini mengatakan aparat hukum tidak paham Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).

"Harusnya kejaksaan atau pengadilan itu paham dengan sistem peradilan pidana anak,” kata Diyah kepada Tempo di Jakarta, Kamis, 17 Juli 2025.

Ketidakpahaman tersebut tampak dari dihadirkannya secara langsung saksi anak bahkan mempertemukannya dengan terdakwa. Hal ini berujung pada dugaan intimidasi yang diterima saksi tersebut dari terdakwa, Aipda Robig Zaenuddin. “Itu ada intimidasi dan ada kata-kata yang menurut saya kekerasan. Itu unsur kekerasan,” ucap Diyah.

Diyah menuturkan kondisi psikis anak harus menjadi pertimbangan utama sebelum menghadirkan mereka di pengadilan. Menurut dia, anak saksi atau anak korban bisa memberikan keterangan dari ruang berbeda atau secara daring, bukan di ruang sidang terbuka.

Intimidasi terhadap saksi anak, baik secara verbal maupun non-verbal, tidak bisa dibenarkan. Bahkan lirikan pelaku saja sudah bisa membuat anak ketakutan. “Mempertemukan atau membuka peluang korban dengan pelaku, itu tidak boleh,” ujarnya.

Diyah menjelaskan anak rentan diintimidasi karena faktor usia, pengalaman, dan relasi kuasa. Karenanya dalam setiap tahap pemeriksaan, anak harus didampingi oleh orang tua, kuasa hukum, atau psikolog.

Persidangan perkara pembunuhan Gamma Rizkynata Oktavandy diwarnai dugaan intimidasi terhadap dua saksi anak. Ayah sambung korban, Nursalam, mengatakan salah satu saksi diancam langsung oleh Aipda Robig saat berpapasan di ruang sidang: “'Awas kamu kalau ketemu aku'".

Intimidasi lainnya terekam dalam video yang memperlihatkan saksi anak berinisial V ditarik oleh seseorang tak dikenal saat hendak masuk ke gedung pengadilan bersama kuasa hukumnya, Zainal Petir. Orang itu baru melepaskan V setelah bertemu pengacara Robig di depan ruang sidang. Meski tak berseragam, orang tersebut diduga merupakan suruhan dari tim pengacara Robig.

Satu malam sebelum persidangan, seorang pria yang mengaku dari kepolisian mendatangi rumah V dan meminta ia tidak membawa pendamping hukum. Ia juga memaksa V memberikan keterangan palsu bahwa dirinya dibacok, agar selaras dengan narasi pembelaan terdakwa. Namun saat di persidangan, V memilih mengatakan yang sebenarnya.

Dalam perkara ini, jaksa mendakwa Aipda Robig Zaenuddin menembak Gamma sebanyak empat kali tanpa peringatan. Jaksa juga menuntut Robig dengan hukuman penjara 15 tahun.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama