
wartamoro.com , JAKARTA — Pembangunan proyek infrastruktur mengalami perlambatan di tahun pertama kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto . Tidak hanya itu, pelaksanaan megaproyek infrastruktur tampaknya masih nihil hingga saat ini. Padahal, sejumlah wacana pembangunan megaproyek seperti tanggul laut raksasa atau Giant Sea Wall santer diumandangkan Prabowo sejak masa kampanye.
Di tengah wacana pembangunan Dinding Laut Raksasa itu, Menteri Pekerjaan Umum (PU), Dody Hanggodo justru mengungkap adanya tren perlambatan pelaksanaan proyek infrastruktur di tahun pertama kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Dody menjelaskan, hingga periode awal Juli 2025, pihaknya baru menyerap anggaran belanja sebesar Rp21,55 triliun atau sekitar 29,21% dari total pagu Kementerian PU Tahun Anggaran (TA) 2025 yang ditetapkan sebesar Rp71 triliun.
"Untuk progres keuangan hari ini memang baru mencapai 29,21% untuk penyerapan keuangan," jelas Dody dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi V DPR RI, Rabu (9/7/2025).
Akibatnya, progres pembangunan fisik tercatat baru mencapai angka 33,85%. Di mana, progres konstruksi tersebut melambat jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya yang sudah mencapai angka 34% hingga 35%.
Dody menegaskan, perlambatan eksekusi proyek tersebut terjadi karena adanya masalah politik anggaran yang terjadi pada awal kepemimpinan Presiden Prabowo. Seperti yang diketahui, pemerintah mengumumkan efisiensi anggaran dan melakukan revisi alokasi anggaran beberapa kali pada awal tahun.
"Semuanya karena di semester pertama kita agak sedikit terhambat karena masalah politik anggaran. Tapi kami masih optimis bahwa di Desember 2025 kami bisa mencapai 93% untuk keuangan dan lebih dari 90% untuk fisik," tegas Dody.
Meskipun penyerapan anggaran sepanjang paruh pertama cenderung rendah, Kementerian PUPR kembali mengajukan permohonan tambahan anggaran TA 2025 senilai Rp12,5 triliun untuk mendukung rencana pembangunan nasional tahun ini.
Dody mengatakan bahwa usulan tambahan anggaran tersebut akan digunakan untuk mendukung proyek baru yang bersifat perintah atau langsung dari Presiden Prabowo Subianto serta menyelesaikan sejumlah proyek yang telah berjalan.
"Kami juga mengusulkan mohon izin untuk tahun anggaran 2025 perubahan anggaran dari Rp73 triliun menjadi Rp86 triliun," kata Dody.
Dalam rinciannya, usulan tambahan anggaran tersebut sebesar Rp7,05 triliun akan dialokasikan untuk Ditjen Sumber Daya Air guna mendukung pembangunan infrastruktur irigasi swasembada pangan senilai Rp6,09 triliun dan percepatan proyek Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PHLN) senilai Rp956,9 miliar.
Proyek Besar Prabowo Masih Dalam Peninjauan
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkap perhitungan pembangunan tanggul laut raksasa atau Giant Sea Wall sepanjang pantai utara Jawa akan mencapai hingga 80 miliar dolar AS atau sekitar 1.297 triliun rupiah (asumsi kurs: 16.219 rupiah).
Prabowo menjelaskan bahwa proyek tersebut akan membentang sepanjang 500 kilometer (Km) dari Banten hingga Gresik.
"Proyek ini melibatkan jarak yang tidak pendek, sekitar 500 km, dari Banten hingga Jawa Timur ke Gresik dan perkiraan biaya yang dibutuhkan sebesar 80 miliar dolar AS," katanya dalam acara puncak Konferensi Infrastruktur Internasional (ICI) 2025, Kamis (12/6/2025).
Sejalan dengan hal itu, Prabowo berencana untuk membentuk lembaga otoritas khusus yang akan menangani pelaksanaan pembangunan Giant Sea Wall.
Terlebih lagi, dia memperkirakan bahwa pembangunan GSW akan memakan waktu hingga 15 tahun hingga 20 tahun.
"Kita akan segera mulai itu, saya sudah memerintahkan satu tim untuk road show keliling dan dalam waktu dekat saya akan membentuk Badan Otorita Tanggul Laut Pantai Utara Jawa," tegasnya.
Sementara dalam informasi terbarunya, Menteri Koordinator (Menko) bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkap bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan penyusunan peta jalan (blueprint) proyek Tanggul Laut Raksasa atau Giant Sea Wall (GSW).
AHY menegaskan, konstruksi GSW harus diiringi dengan perencanaan studi yang kuat untuk mengurangi terjadinya kebocoran anggaran atau inefisiensi.
"Kita benar-benar harus memastikan blueprint-nya rapih benar, kita tidak ingin terlambat [dalam merumuskan peta jalan] karena mungkin harus segera," jelasnya.
Dengan demikian, dia menegaskan bahwa perencanaan pembangunan proyek tersebut diklaim memerlukan sinergi antar pemangku kepentingan, baik dari Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah.
"Kali lagi kecepatan bukan berarti terburu-buru yang akhirnya [dikhawatirkan] ada yang tidak efisien atau bahkan harus dilakukan penyesuaian-penyesuaian yang tidak baik ke depan jika tidak direncanakan secara integratif," tambahnya.
Catatan dari Pengusaha
Menanggapi perlambatan pembangunan infrastruktur strategis nasional, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebut hal itu akan membawa dampak ekonomi yang signifikan jika tidak segera ditangani.
Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Kadin Indonesia, Carmelita Hartoto menjelaskan bahwa kondisi tersebut tentu berdampak terhadap ekosistem usaha yang lebih luas, khususnya sektor konstruksi, manufaktur, logistik, serta UMKM yang berada di rantai pasok proyek.
"Perlu diketahui, sektor konstruksi sendiri menyumbang sekitar 10,43% terhadap PDB nasional tahun lalu," katanya kepada Bisnis , Senin (14/7/2025).
Sejalan dengan hal tersebut, Kadin Indonesia terus mendorong agar berbagai proyek infrastruktur, khususnya yang sempat tertunda, dapat segera direalisasikan.
Pada saat yang sama, dia menegaskan bahwa Kadin telah ikut serta dalam mendorong Pembangunan proyek Infrastruktur nasional.
Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah mempromosikan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), baik untuk proyek yang telah memiliki kontrak berjalan maupun inisiatif baru yang layak secara ekonomi.
"Kami berharap di semester kedua tahun ini akan terjadi percepatan yang signifikan, dengan tetap menjunjung prinsip transparansi dan efisiensi. Yang kami tekankan adalah pentingnya konsistensi dalam penjadwalan, penyederhanaan birokrasi, serta kepastian pembayaran kepada kontraktor—karena hal-hal inilah yang memengaruhi langsung kepercayaan pelaku usaha dan investor terhadap sektor infrastruktur nasional," tegasnya.
Sementara itu, ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin mengatakan bahwa rencana pemerintah yang ingin membangun megaproyek Giant Sea Wall memang perlu ditunda di tengah kondisi ekonomi yang menghadapi tantangan.
Wijayanto berpandangan bahwa megaproyek infrastruktur seperti Giant Sea Wall tidak memberikan dampak langsung seperti pengadaan lapangan kerja bagi masyarakat dan juga tidak meningkatkan daya beli.
"Proyek besar yang boros anggaran dan tidak memberikan dampak langsung bagi masyarakat [lapangan kerja dan daya beli] justru harus ditunda. Kondisi fiskal kita tahun ini dan 2026 akan sangat berat," pungkasnya.
Posting Komentar