Vonis Penjara 4,5 Tahun Tom Lembong: Apa yang Meringankan dan Memberatkan?

Vonis Penjara 4,5 Tahun Tom Lembong: Apa yang Meringankan dan Memberatkan?

wartamoro.com, Jakarta - Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong yang merupakan eks Menteri Perdagangan di era Presiden Joko Widodo atau Jokowi divonis penjara selama 4 tahun 6 bulan. Vonis tersebut diputuskan oleh pengadilan dengan berbagai pertimbangan yang sifatnya memberatkan maupun meringankan.

Selain itu, Tom Lembong juga dijatuhi hukuman membayar denda sebesar Rp 750 juta. Jika tidak sanggup membayar, maka denda tersebut akan digantikan dengan pidana kurungan selama enam bulan. Putusan ini lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum, yang sebelumnya meminta agar Tom dijatuhi hukuman penjara selama tujuh tahun serta dikenai denda Rp 750 juta dengan ketentuan subsidair enam bulan kurungan.

Tom dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait impor gula pada periode tahun 2015 hingga 2016. Ia dinyatakan melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Ketika Tom Lembong keluar dari ruang sidang pada pukul 18.03 WIB dengan mengenakan rompi berwarna merah muda, kerumunan pendukung yang sudah menantinya langsung meneriakkan yel-yel, “Free, Free Tom Lembong! Bebaskan Tom Lembong!” sambil mengangkat poster-poster dukungan. Menanggapi sambutan itu, Tom tersenyum dan mengangkat tangan yang diborgol, yang justru memicu sorakan massa menjadi semakin riuh.

Seorang pengunjung yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kekecewaannya, menilai vonis tersebut tidak adil. "Kayaknya mereka sengaja mengabaikan pembelaan Tom, seperti dikriminalisasi," ujarnya, menurutnya, ada banyak kejanggalan dalam proses hukum berlangsung.

Hal yang Memberatkan Vonis

  1. Saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan, terdakwa dianggap lebih memprioritaskan pendekatan ekonomi kapitalis dalam merumuskan kebijakan terkait ketersediaan dan stabilitas harga gula nasional. Hal ini dinilai tidak sejalan dengan prinsip demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila yang diamanatkan oleh UUD 1945, yang menekankan pada kesejahteraan bersama dan keadilan sosial.
  2. Dalam menjalankan tugasnya sebagai Menteri Perdagangan, terdakwa dinilai tidak berlandaskan pada asas kepastian hukum. Ia tidak menjadikan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan yang diambil, terutama yang berkaitan dengan pengendalian dan stabilitas harga di sektor perdagangan, khususnya komoditas gula.
  3. Terdakwa juga dinilai tidak menjalankan tugasnya secara akuntabel dan bertanggung jawab. Ia tidak memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar bermanfaat dan adil, khususnya dalam menjaga stabilitas harga gula agar tetap terjangkau oleh masyarakat sebagai konsumen akhir atau sebagai kebutuhan pokok berupa gula kristal putih.
  4. Selain itu, terdakwa dianggap telah mengabaikan kepentingan masyarakat sebagai konsumen akhir gula kristal putih. Ia tidak memastikan agar harga gula tersebut dapat diperoleh dengan stabil dan terjangkau. Akibatnya, harga gula kristal putih pada tahun 2016 tetap berada pada level yang tinggi.

Hal yang Meringankan Vonis

  1. Terdakwa tidak memiliki catatan pidana sebelumnya atau belum pernah dijatuhi hukuman pidana.
  2. Terdakwa tidak memperoleh keuntungan pribadi dari tindak pidana korupsi yang dilakukannya.
  3. Selama proses persidangan, terdakwa menunjukkan sikap kooperatif dan sopan, serta tidak menghambat jalannya persidangan.
  4. Terdakwa telah menitipkan sejumlah uang kepada Kejaksaan Agung pada tahap penyidikan sebagai bentuk itikad baik untuk mengganti kerugian keuangan negara.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama