
wartamoro.com-Peristiwa yang bertolak belakang sedang berlangsung di pasar mobil Indonesia. Di satu sisi, harga kendaraan Low Cost Green Car (LCGC) terus meningkat, sedangkan di sisi lain, persaingan harga mobil listrik dan tipe lain semakin ketat, menyebabkan ketidakpastian bagi para pembeli.
Ahli otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, mengingatkan tentang kenaikan harga LCGC yang rata-rata meningkat tujuh persen setiap tahun. "Jangan terjebak dalam anggapan bahwa mobil murah selalu menjadi pilihan utama. Pada 2013, harga LCGC dimulai dari Rp85 juta. Setiap tahun naik sebesar tujuh persen. Itu adalah akar permasalahannya. Mengapa setiap tahun harganya naik tujuh persen? Apakah gaji kita juga naik setiap tahun," ujar Yannes dalam Dialog Industri Otomotif Nasional di GIIAS 2025, ICE BSD, Tangerang, pada Kamis 31 Juli 2025.
Harga LCGC Tidak Lagi Terjangkau
Sejak diluncurkan pada tahun 2013 dengan harga awal sekitar Rp70 juta, kini LCGC dijual mulai dari Rp138 juta hingga Rp200 juta. Keadaan ini menyebabkan LCGC kehilangan reputasinya sebagai mobil yang terjangkau.
Menurut Yannes, kenaikan harga tersebut tidak sejalan dengan kemampuan daya beli masyarakat. "Atau mungkin karena harga mobil terus meningkat sebesar 7 persen setiap tahun. Mungkinkah ada perbedaan penyampaian informasi?" katanya.
Merupakan tanggapan atas hal tersebut, Direktur Utama PT Suzuki Indomobil Motor, Shodiq Wicaksono, menjelaskan bahwa kenaikan harga disebabkan oleh berbagai faktor. “Mengenai mengapa naiknya sebesar 7 persen, jika sedikit bercerita, penyebabnya banyak. Sebenarnya kenaikan ini bukanlah yang kita inginkan,” ujar Shodiq.
Shodiq mengatakan perubahan nilai tukar merupakan salah satu faktor utama. "Saat kita melakukan impor, efek dari fluktuasi kurs membuat barang yang kita beli menjadi lebih mahal karena Rupiah melemah," katanya.
Perang Harga Mobil Listrik
Di sisi lain, persaingan harga mobil listrik semakin ketat. Peluncuran BYD Atto 1 dengan harga yang kompetitif memicu penurunan harga yang signifikan pada merek lain, termasuk Wuling Binguo EV yang dilaporkan mengalami penurunan hingga Rp180 juta dalam waktu tujuh bulan.
Penurunan harga mobil listrik ini juga memicu sebuah petisi di Change.org yang diajukan oleh pemilik Wuling Binguo EV, yang meminta kompensasi karena penurunan nilai jual kembali kendaraan mereka.
Wuling Motors menjelaskan bahwa penurunan harga terjadi akibat kebijakan dari dealer, bukan keputusan resmi perusahaan. Namun, kejadian ini semakin menunjukkan ketidakseimbangan antara harga mobil listrik dan LCGC.
Dampak Persaingan Harga terhadap Sektor Industri
Kepala Eksekutif Perusahaan PT Hyundai Motors Indonesia (HMID), Fransiscus Soerjopranoto, mengatakan bahwa persaingan harga tidak hanya memengaruhi penjualan mobil baru, tetapi juga pasar mobil bekas. "Jika terjadi persaingan harga, para pedagang mobil bekas merasa stok mereka saat ini menjadi kurang bernilai," ujar Fransiscus di ICE BSD, Jumat 1 Agustus 2025.
Ia menegaskan bahwa persaingan harga semacam ini bisa merusak ekosistem industri otomotif. "Dari sisi rantai pasok, pabrik, distributor, dan penjual harus sama-sama mendapatkan keuntungan agar mampu menutupi biaya operasional mereka," tambahnya.
Hyundai secara jelas menyatakan bahwa mereka tidak akan terlibat dalam persaingan harga dan lebih fokus pada memberikan nilai tambah melalui layanan purnajual myHyundai Care.
Perbedaan ini menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kenaikan harga mobil konvensional seperti LCGC dengan penurunan harga mobil listrik. Kondisi ini menjadi tantangan berat bagi para pengguna dalam memilih jenis kendaraan.
Posting Komentar