
wartamoro.com, Pada tanggal 14 September 1955, Robert Francis Prevost dilahirkan di Chicago dan saat ini ia terkenal sebagai paus pertama dari Amerika Serikat (AS).
Sebelum ini, Prevost terkenal karena perannya sebagai misionaris di Peru, hal tersebut memberinya wawasan mendalam mengenai kondisi sosial serta aspek rohani diluar lingkup Roma.
Meskipun demikian, pengalaman tersebut tidak hanya membentuk dirinya sebagai misionaris, tetapi juga memberinya pengetahuan tajam mengenai cara kerja internal Gereja Katolik.
Memahami Profil Paus Leo XIV
Kantor berita AFP menyampaikan, keyakinan yang di berikan oleh Paus Fransiskus kepada Prevost sungguh-sungguh nampak dengan jelas.
Sebagai warga asli Chicago, Prevost diandalkan untuk mengarahkan Departemen Uskup yang memiliki peranan signifikan dalam menyampaikan saran kepada Paus tentang penunjukan uskup baru.
Tugas ini membuktikan tingkat kepercayaannya pada Fransiskus, mempertimbangkan bahwa Departemen Uskup adalah salah satu entitas dengan dampak signifikan di dalam Vatikan.
Paus Fransiskus mengatakan bahwa Prevost adalah sosok dengan tekad kuat dalam melakukan misi khususnya di area perbatasan, yaitu tempat yang sering dilupakan dan berjauhan dari pusat kekuasaan Romawi.
Dikenal sebagai penghubung, Prevost juga dipandang sebagai seorang yang moderate dan dapat mempersatukan berbagai kelompok di dalam Kuria, yaitu tempat dimana pemimpin utama Gereja bertemu.
Prevost, mantan Uskup Agung Emeritus Chiclayo, Peru, sejak tahun 2023, telah ditunjuk sebagai kardinal oleh Paus Fransiskus dalam periode yang sama usai dilantik sebagai kepala dari salah satu bagian penting di Vatikan.
Jalur karir ini memungkinkan dia untuk bertemu dengan para pemimpin utama di gereja serta memberikan kesempatan bagi mereka untuk berperan lebih signifikan dalam menyusun masa depan Kekatolikan.
Perjalanan karier Prevost
Setelah menuntaskan studinya dalam bidang teologi dan hukum kanon, Prevost mulai tugas misionernya yang pertama di Peru tahun 1985 bersama Ordo St Augustine.
Dia menetap di negeri itu kurang lebih sepuluh tahun sebelum akhirnya pulih menuju Chicago pada tahun 1999. Di sana dia menduduki jabatan sebagai prior provinsi untuk wilayah Midwest, Amerika Serikat. Kemudian, perannya berkembang menjadi superior general bagi Ordos Santo Augustinus di berbagai belahan dunia.
Tahun 2014, Paus Fransiskus menunjuknya kembali ke Peru dengan posisi baru sebagai administrator apostolik untuk Keuskupan Chiclayo.
Penunjukan tersebut berlangsung usai Kardinal dari Kanada, Marc Ouellet, mengajukan pengunduran dirinya. Dia pernah menjadi pimpinan keuskupan sebelum menerima tudingan perkosaan.
Meskipun begitu, Vatikan pada akhirnya menghentikan tuntutan terhadap Ouellet dikarenakan kekurangan bukti.
Prevoastelah ditunjuk secara resmi menjadi pemimpin keuskupan itu pada tahun 2023, mengakhiri kariernya yang sukses dalam Gereja Katolik dengan pencapaian tertinggi.
Di samping itu, Prevost terkenal sebagai Ketua Komisi Kepausan untuk Amerika Latin, suatu jabatan yang makin memperkuat peranknya menjadi tokoh utama di dalam gereja katolik secara global.
Peluang besar sebelum konklaf
Mendekati konklaf, nama Prevost mulai banyak disebut-sebut dalam diskusi tentang kandidat untuk menjadi Paus mendatang.
Pengamat Vatikan memandang bahwa kesempatan tersebut cukup terbuka lebar, berkat tendensi pastoranya yang signifikan, wawasan dunia yang luas, dan kapabilitasnya dalam menyusuri administrasi Vatikan yang kompleks.
Surat kabar Italia La Repubblica dia bahkan menggambarkannya sebagai "orang Amerika yang paling tidak terlihat seperti orang Amerika" karena nada bicaranya yang tenang dan sederhana. soft spoken ), menggambarkan sikap moderasi yang dipegangnya.
Di samping itu, Prevost mempunyai pengetahuan yang luas mengenai hukum kanon, sehingga ia menjadi figur yang meyakinkan untuk para kardinal konservatif yang mencari seorang paus dengan fokus lebih pada segi-teologi dalam gereja.
Dalam wawancara dengan Vatican News Prevost mengungkapkan bahwa gereja perlu terus bertumbuh dan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang senantiasa bertransformasi.
Menurut dia, walaupun misi Gereja masih tetap tidak berubah yaitu untuk menyebarkankan pesan Yesus Kristus dan Injil, metode penyampaianya perlu disesuaikan dengan perkembangan jaman.
"Kami tak dapat berhenti, kami juga enggan mundur. Kami perlu memahami bagaimana Roh Kudus ingin jemaat berkembang pada hari ini dan besok sebab dunia di mana jemaat hidup saat ini berbeda dari dunia sepuluh hingga dua puluh tahun silam," ujar Prevost.
Dia mengutamakan kesesuaian dalam mencapai kelompok yang lebih besar, termasuk pemuda, penduduk tidak mampu, serta tokoh-tokoh politik, menggunakan metode-metode yang disesuaikan dengan perkembangan jaman.
Posting Komentar