Jam dinding menampilkan waktu pukul 04.15.Alarm pada telepon seluler belum berdering,namun suara halus sang ibu yang berasal dari dapur sudah cukup untuk mengagetkannya dan membuatnya terjaga.
"Rafi, nak, bangunkan diri. Shalat subuh tak lama lagi dimulai," bisik ibunya sembari mempersiapkan air hangat.
Rafi menyeka mukaannya, mencoba untuk tetap terjaga. Saat ini adalah hari pertamanya memenuhi komitmennya: tidak akan absen dari salat Subuh berjamaah di masjid selama bulan Ramadan. Ingatan tentang nasihat sang ayah yang telah meninggal bergema dalam pikirannya, "Salat subuh adalah pintu rezeki, anakku. Jangan sekali-kali engkau lewatkan."
Perlahan-lahan, dia beranjak ke kamar mandi sebelum memakaikan sarung dan pecinya. Meskipun udara subuh terbilang sejuk, tekadnya malah terasa lebih panas daripada biasa. Di luar sana, warna biru sudah mulai mendominasi langit. Azan pun bergema dari sebuah mesjid yang letaknya ada diujung jalan.
Rafi berjalan percaya diri, melewati kabut subuh. Ia lalu duduk di baris terdepan masjid, bersama sejumlah tokoh desa. Setelah imam memulai pengumuman takbir, Rafi menjalankan sholatnya dengan sungguh-sungguh.
Setelah shalat, dia menempati tempat duduk sementara, menghanyutkan diri ke dalam kedamaian dengan menutup matanya. Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, dia berkata, "Abah, aku tepati janji ku. Shubuh kali ini tidak akan kulupakan."
Sinar matahari mulai menerangi langit. Kesunyian pagi membawa kedamaian berharga.
Posting Komentar