wartamoro.com- Kondisi politik di Jawa Barat sekali lagi menjadi sorotan. Tindakan walk out yang ditempuh oleh Memo Hermawan beserta semua anggota Fraksi PDI Perjuangan dan Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono, saat sidang pleno hari Jumat tanggal 16 Mei 2025, segera menarik perhatian masyarakat luas.

Tindakan tersebut dipandang sebagai suatu bentuk protes terbuka terhadap Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dan sekarang sedang ramai dibicarakan di beragam platform media sosial.

Memo Hermawan, seorang politikus berpengalaman yang sempat menjabat sebagai Plt Bupati Garut, dengan tegas menyuarakan ketidakpuasannya dalam sidang paripurna. Dia mengkritik Gubernur Dedi Mulyadi karena dinilai sudah memberikan komentar yang dapat mencemarkan martabat badan legeslatif selama acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Cirebon.

"Saya menyaksikan hal tersebut, sebenarnya DPRD dan eksekutif harus saling memperkuat, bukannya saling menjelekkan. Namun akhir-akhir ini, justru timbul nada-nada yang tidak enak didengar. Kami adalah partner kerja, bukan pesaing," tegas Memo sambil menjadikan ruangan pertemuan itu sunyi mendadak.

Selain memberikan kritik, Memo dengan jujurlah menyatakan bahwa semua anggota fraksi PDIP seharusnya keluar dari pertemuan tersebut. Ia berpendapat bahwa ini merupakan cara untuk membela martabat DPRD yang dianggap sudah disakiti oleh pernyataan gubernur.

“Saya meminta seluruh Fraksi PDI Perjuangan untuk tidak mengikuti rapat paripurna ini. Walk out! Termasuk Bapak Ono Surono. Sampai hubungan eksekutif dan legislatif kembali sehat,” serunya, disambut gerakan serempak anggota fraksinya yang langsung berdiri dan meninggalkan ruangan.

Akan tetapi, sebaliknya dari harapannya untuk mendapatkan belas kasihan, tindakannya tersebut malah mengundang serangan kritis dari publik, terlebih lagi di kalangan pengguna media sosial. Di aplikasi TikTok, nama Memo Hermawan mulai ramai dibincangkan. Berbagai komentar meragukan dedikasinya saat menjalankan peran sebagai anggota legislatif serta pemimpin wilayah.

@asep.1980 menulis 'Saya warga Garut, baru saja mendengar bahwa kakek ini pernah menjadi Bupati,' dengan nada sindiran.

“Bapak ini di Garut sudah pernah buat gebrakan apa?” tambah akun @jomikal.

Banyak juga yang mencurigai ada motif politik dibalik keputusan untuk mundur. Akun @budaktasik79 malahan menusuk dengan candaan, "Pantas saja mereka sekarang mau keluar dan minta hibah," dilengkapi dengan emoji tertawa, menunjukkan keraguan publik tentang niat baik dari tindakan itu.

Pada saat yang sama, beberapa warganet malah mengemukakan dukungan mereka untuk Gubernur Dedi Mulyadi. Terkenal karena sering melakukan kunjungan mendadak dan berinteraksi secara langsung dengan masyarakat, Dedi dipandang dapat merepresentasikan kebutuhan publik lebih baik daripada pertunjukkan politik di dalam gedung dewan.

Keadaan semakin tegang setelah fraksi PDIP dengan resmi menyatakan akan melakukan boikot atas semua agenda sidang DPRD Jawa Barat sampai Gubernur Dedi memberi penjelasan publik. Tindakan ini menunjukkan adanya kemungkinan pertikaian jangka panjang antara lembaga perwakilan rakyat dan pemerintahan saat menjelang masa-masa krusial dalam kalender politik.

Tension like this surely poses a test for Governor Dedi Mulyadi’s leadership. Might he choose the path of dialogue to calm the embers of conflict? Or will he instead uphold his straightforward and often controversial style of governance that has been recognized over time?

Dalam suasana tegang antara para elit, masyarakat hanya menginginkan satu hal: kestabilan pemerintahan serta komitmen sejati terhadap rakyat. Karena di belakang layar politik, ada jutaan warga Jawa Barat yang mendambakan hasil dari upaya mereka, bukan semata-mata pertunjukan atau gangguan.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama