
wartamoro.com, PADANG PARIAMAN - Penangkapan Wanda atas dugaan pembunuhan berantai, termasuk Septia Adinda, membawa sedikit kelegaan bagi keluarga Dasrizal dan Weni.
Namun, pengakuan Wanda soal utang Rp3,5 juta sebagai motif utama, tak sepenuhnya diterima keluarga.
Bagi mereka, cerita ini terasa ganjil, menyisakan pertanyaan yang menggantung di udara.
Ayah Dinda, Dasrizal menuturkan putrinya tak punya riwayat utang besar.
"Dia itu bahkan cuti kuliah karena kesulitan ekonomi," ujarnya pilu, seolah ingin meluruskan narasi.
Dinda, katanya, hanya pernah minta uang Rp800 ribu karena ditipu kerja.
Donal, paman Dinda, melihat Wanda bukan sekadar pembunuh.
"Melihat Wanda ini juga diduga membunuh dua orang lainnya, Cika dan Adek, kami jadi berpikir apakah Adinda ini tahu sesuatu? Apakah Adinda ini jadi korban karena dia tahu kejahatan Wanda yang lain,” tanyanya, merangkai kemungkinan Adinda dibungkam karena mengetahui rahasia kelam pelaku.
Warga sekitar pun turut berspekulasi, menyoroti hubungan Wanda dengan Cika, teman dekat Dinda.
"Wanda itu pacar Cika, teman dekatnya Dinda. Apakah ada masalah cinta segitiga? Atau cemburu,”ujar seorang warga, mengisyaratkan dimensi lain di balik tragedi ini.
Meski Wanda sudah di tangan Polisi, keluarga dan masyarakat menuntut penyelidikan yang lebih mendalam.
Mereka berharap motif sebenarnya, yang mungkin lebih gelap dari sekadar utang, dapat terungkap.
"Kami ingin keadilan seadil-adilnya. Jangan hanya berhenti di utang, tolong usut tuntas semua kemungkinan," pinta Dasrizal, mewakili suara duka dan harap akan kebenaran yang sesungguhnya.
Percakapan Terakhir Korban Mutilasi dengan Ibunya
Keluarga kenang detik-detik Septia Adinda meninggalkan rumah sebelum ditemukan meninggal dunia akibat menjadi korban pembunuhan mutilasi di Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, Jumat (20/6/2025).
“Pakai lah baju ama lu, awak sabantanyo (Pasang saja pakaian mama dulu, saya pergi sebentar),” ujar Septia Adinda, sebelum meninggalkan rumah di pagi hari Minggu (15/6/2025).
Pagi itu ia diajak oleh ibunya (Wenni) pergi ke Kota Pariaman tempat saudaranya, saat itu Dinda (sapaan akrabnya) sudah mengiyakan ajakan tersebut.
Namun saat ibunya bersiap-siap, Dinda menerima telepon dan meminta izin untuk mendahulukan ajakan dari penelpon.
Paman Dinda, Donal, mengatakan, ajakan dari balik telepon itu datang dari temannya, dengan jarak tidak begitu jauh dari rumah.
“Itulah percakapan terakhir Dinda di rumah. Saat itu saya juga berada di sana,” ujarnya, mengenang hari terakhir bertemu kemenakan perempuannya.
Anak bontot dari pasangan Dasrizal dan Wenni itu, pergi menggunakan motor sendiri, seperti biasanya.
Kepergian Dinda pagi itu, merupakan kepergian selama-lamanya meninggalkan kedua orang tua dan saudara laki-lakinya.
Telepon Mati, Ayah Datangi Rumah Teman Dinda
Sudah malam, Ayah Dinda, Dasrizal mulai tidak tenang, anaknya belum pulang, padahal bilang pergi sebentar.
Pihak keluarga beberapa kali sempat menghubungi Dinda, namun sejak pukul 22.00 WIB, nada tunggu sudah tidak ada lagi, telepon dinda mati.
“Sejak mengetahui itu, saya langsung mendatangi sejumlah rumah teman Dinda, namun tidak mendapat jawaban yang memuaskan,” ujarnya.
Pihak keluarga tahu Dinda anak yang mandiri, jadi selama dua hari pertama keluarga masih yakin Dinda tidak kenapa-kenapa.
Hanya saja saat informasi penemuan potongan tubuh viral di pemberitaan, pihak keluarga mulai merasa tidak enak hati, Selasa (17/6/2025).
“Kami kembali mencarinya dengan mendatangi rumah temannya, namun hasilnya sama. Tidak ada yang tahu,” tuturnya.
Barulah di hari rabu, pihak keluarga mendapat informasi bahwa proses identifikasi merujuk pada anaknya, sesuai dengan pengakuan sejumlah teman Dinda yang menunggu di RS Bhayangkara.
Informasi itu didapat dari pihak kepolisian yang menjemput pihak keluarga ke rumah dan membawa langsung ke RS Bhayangkara.
“Di sana saya langsung yakin itu adalah anak saya. Melihat kumpulan potongan anggota tubuh tersebut,” ujarnya.
Anak ku Sayang, Dinda yang Malang
Pagi ini tangis ibu korban pecah, di bawah tenda biru penanda kemalangan di halaman rumah.
Sejak pagi Wenni sudah kedatangan tamu dari pendampingan psikologis Polda Sumbar, untuk menguatkannya dan meredam emosional yang menyelimutinya.
Bagaimana tidak, sejak hari terakhir meninggalkan rumah, Wenni kembali bertemu anak perempuan satu-satunya dalam keadaan terpotong-potong.
“Dinda itu anak yang baik periang dan mandiri, belum bisa rasanya saya melihat kepergian anak saya seperti pemberitaan di tv selama ini,” ujarnya.
Berurai air mata dan terbata, Wenni mengaku sangat menyayangi anaknya tersebut, bahkan lebih memanjakannya dari saudara laki-lakinya.
“Abangnya bilang, kalau anak yang terlalu disayang itu cepat pula diambil tuhan,” ujar Wenni menghapus air mata dengan jilbab hitam yang ia gunakan.
Posting Komentar