wartamoro.com , Jakarta - Pemerintah DKI Jakarta menargetkan masuk 20 besar kota global dunia pada 2045. Dalam briefing media di kantor Kearney Indonesia, Selasa, 15 Juli 2025, para ahli menyampaikan bahwa strategi lintas sektor dan transformasi struktural diperlukan agar target ini tercapai.
Menurut Partner dan Presiden Direktur Kearney Indonesia Shirley Santoso, Jakarta memiliki peluang besar untuk meningkatkan peringkatnya asalkan mampu menyelaraskan pembangunan lintas sektor. "Kuncinya bukan hanya pada proyek besar, tetapi bagaimana semuanya terintegrasi, mulai dari pelabuhan, kawasan ekonomi, hingga perumahan dan transportasi," katanya.
Dalam diskusi tersebut, terdapat enam tantangan utama yang diidentifikasi sebagai kunci untuk membawa Jakarta masuk ke jajaran 20 kota global teratas:
1. Pembangunan Pesisir: Target Meningkatkan Kontribusi Ekonomi dari 18 persen menjadi 27 persen
Wilayah utara Jakarta-Ancol, Pelindo, KBN, Marunda, hingga Kepulauan Seribu—diproyeksikan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Shirley menyebut potensi wilayah ini besar untuk dikembangkan sebagai hub pariwisata, logistik, dan gaya hidup kelas dunia. Agar optimal, pembangunan perlu didukung rencana terintegrasi, termasuk akses kapal, MRT, LRT, hingga infrastruktur seperti Giant Sea Wall untuk penyediaan air bersih dan mitigasi bencana.
2. Transportasi Umum: 80 persen Warga Masih Menggunakan Kendaraan Pribadi
Shirley menilai penurunan kemacetan di Jakarta belum sebanding dengan perubahan perilaku warga. Meski transportasi publik semakin lengkap, 80 persen warga masih mengandalkan kendaraan pribadi. Menurutnya, sistem transportasi harus multimoda dan terhubung dari titik awal ke tujuan akhir. Ia memberikan contoh integrasi seperti Blok M Hub dan konsep TOD ala Tokyo sebagai langkah penting. Inisiatif seperti mewajibkan ASN naik kendaraan umum juga dinilai tepat untuk mendorong perubahan.
3. Perumahan Terjangkau: Akses Baru 39 persen dari Kebutuhan
Hanya sekitar 39 persen penduduk Jakarta yang memiliki akses ke perumahan terjangkau. Shirley menekankan pentingnya membangun rumah terjangkau dekat pusat ekonomi dan transportasi umum. Ia memberikan contoh model di Singapura, di mana perumahan murah justru dibangun di lokasi strategis agar warga berpenghasilan rendah tidak terbebani biaya perjalanan jauh setiap hari.
4. Pemerataan Ekonomi: Kawasan Ekonomi Khusus di Barat dan Utara
Shirley mendorong pemerataan ekonomi dengan membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di wilayah Jakarta Barat dan Utara. Menurutnya, KBN cocok dikembangkan menjadi KEK logistik, sementara kawasan barat yang memiliki banyak universitas bisa menjadi klaster pendidikan internasional. Ia menilai keberadaan kampus asing seperti Georgetown University bisa memperkuat citra Jakarta sebagai kota global.
5. Izin Bisnis dan Acara Internasional: Terlalu Banyak Lembaga
Shirley melihat banyaknya lembaga perizinan sebagai penghambat utama kegiatan bisnis dan hiburan di Jakarta. Ia membandingkannya dengan Singapura yang lebih sederhana dalam proses perizinan konser internasional. Selain birokrasi, ia juga menyoroti kurangnya infrastruktur sekitar venue seperti akses parkir dan transportasi massal yang cepat.
6. Biaya Tersembunyi & Reformasi Iklim Bisnis
Salah satu penyebab Jakarta kalah bersaing, menurut Shirley, adalah tingginya biaya tersembunyi dalam dunia bisnis. Ia membandingkannya dengan negara tetangga seperti Singapura yang lebih transparan dalam hal biaya, sehingga membuat investor merasa lebih aman dan tertarik untuk masuk.
Pemerintah Jakarta juga akan:
- Mendorong optimasi pasar modal dan syariah,
- Mengarahkan kawasan industri seperti JIEP dan KBN ke arah manufaktur yang ramah lingkungan,
- Tambahkan ruang terbuka hijau seperti taman saku,
- Perbaiki akses air bersih dan pipa distribusi,
- Gunakan Giant Sea Wall untuk pasokan air dan pengendalian banjir.
- Shirley menekankan bahwa setiap strategi pembangunan Jakarta ini tidak bisa dijalankan oleh pemerintah saja. Menurutnya, kolaborasi multipihak sangat penting agar pelaksanaan strategi berjalan optimal dan memberikan dampak yang luas.
"Kami ingin melihat eksekusi strategi yang sangat baik," katanya. Ia menambahkan, strategi ini harus melibatkan sektor swasta, akademisi, hingga NGO, agar arah pembangunan benar-benar inklusif dan berkelanjutan.
Posting Komentar