Gencatan Senjata Thailand-Kamboja: Sejarah dan Risiko Konflik

Gencatan Senjata Thailand-Kamboja: Sejarah dan Risiko Konflik

wartamoro.com-Pertikaian bersenjata kembali meletus di perbatasan antara Thailand dan Kamboja sejak hari Kamis, 24 Juli 2025, mengakibatkan kematian minimal 16 orang serta memicu pengungsian puluhan ribu penduduk dari daerah sengketa.

Pertikaian saling serang ini menandai tahap baru dalam perselisihan lama antara dua negara tetangga di Asia Tenggara yang telah berlangsung lebih dari abad.

Di tengah meningkatnya ketegangan, Thailand memutus akses perbatasannya, sedangkan Kamboja menghentikan hubungan diplomatik dengan Bangkok. Pemerintah Kamboja menuduh Thailand bertindak represif dan menggunakan kekuatan yang dinilai berlebihan dalam operasi militer mereka.

Setelah berlangsung beberapa hari, kedua negara sepakat untuk segera menghentikan perang tanpa syarat mulai tanggal 28 Juli 2025. Kesepakatan ini merupakan langkah penting dalam menenangkan ketegangan yang sempat memicu kekhawatiran di kawasan tersebut.

Apa pendapat para pakar mengenai perselisihan antara kedua negara tersebut?

Pada episode terbaru SuarAkademia, kami mengupas topik ini bersama Irawan Jati, seorang pengajar di jurusan hubungan internasional, Universitas Islam Indonesia.

Irawan menekankan bahwa sumber konflik ini bisa dilacak kembali pada pengaruh kolonial Prancis dan Jepang pada awal abad ke-20. Meskipun batas wilayah secara resmi disepakati pada tahun 1940-an, ketegangan antara kedua negara tetap muncul dan memburuk dalam beberapa tahun terakhir.

Inti dari perselisihan ini adalah kuil Preah Vihear, situs warisan budaya yang berada di kawasan perbatasan dan telah menjadi simbol kebangsaan bagi kedua negara.

Meskipun Mahkamah Internasional telah memutuskan bahwa wilayah tersebut termasuk dalam wilayah Kamboja, sebagian kecil area di sekitarnya masih menjadi sengketa. Irawan menjelaskan bahwa makna simbolis dan sejarah dari situs ini membuatnya lebih dari sekadar persaingan lahan. Ini adalah masalah identitas nasional.

Di tingkat regional, ASEAN sebagai organisasi kawasan menghadapi tantangan berat dalam menangani konflik semacam itu. Irawan membahas bagaimana pendekatan "ASEAN Way" yang menekankan kesepakatan bersama, tidak campur tangan, dan kehati-hatian dalam diplomasi sering kali menyebabkan penyelesaian konflik berlangsung lambat.

Irawan menekankan bahwa mekanisme ASEAN tidak memungkinkan adanya pemungutan suara atau campur tangan langsung, sehingga upaya penyelesaian masalah harus bergantung pada negosiasi dan mediasi sukarela antar negara.

Persoalan perbatasan ini tidak hanya memengaruhi hubungan bilateral antara Thailand dan Kamboja, tetapi juga mengganggu dinamika internal ASEAN.

Irawan mengatakan bahwa perselisihan ini telah mengganggu kelancaran pertemuan regional serta menimbulkan ketegangan politik dalam negeri, khususnya di Thailand yang sedang menghadapi peralihan kepemimpinan.

Lihat episode lengkapnya hanya diSuarAkademia—berdiskusi menarik tentang isu terkini, bersama para akademisi.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama