wartamoro.com Inilah cara pertemuan perdana antara Fani dengan AKBP Fajar.
AKBP Fajar tidak memberitahukan namanya yang sebenarnya kepada Fani.
Dia lalu meminta untuk menyediakan 3 anak kecil.
Fakta yang mengguncang mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja diduga menggunakan nama palsu serta memintakan kepada Stefani alias Fani seorang mahasiswa mencari anak di bawah umur guna diperkosa.
Fani mengungkap hal tersebut usai diperiksa sebagai tersangka dalam kasus perdagangan anak yang menyeret Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Lukman pada hari Kamis, tanggal 12 Juni 2025.
Dia menjelaskan bagaimana dia pertama kali bertemu dengan AKBP Fajar Lukman.
Menurut Fani, ia mengenali AKBP Fajar Lukman dengan nama Fandi.
Fani mengaku telah menyiapkan seorang anak di bawah umur untuk AKBP Fajar.
Fani kini menghadapi tuduhan atas pelanggaran berupa kekerasan seksual pada anak serta perdagangan manusia.
Fani dengan cepat menghadiri persidangan untuk kasusnya itu.
Karena itu, penyidik Ditreskrimum Polda NTT menyerahkannya kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada hari Kamis tanggal 12 Juni 2025. Penyelidik mengalihkan kasus terduga pelaku bernama Fani ke pihak berwenang tersebut.
Sebelumnya, Fani sudah ditahan mulai tanggal 24 Maret 2025 dan perpanjangan masa tahanannya telah dilakukan berdasarkan prosedur yang ada beberapa kali.
Setelah fase kedua diserahkan, Jaksa Penuntut Umum menahan kembali Fani di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas III Kupang selama 20 hari, yang berlangsung dari tanggal 12 Juni sampai dengan 1 Juli 2025.
Pertemuan Pertama dengan Mantan Kapolres Ngada
Perwakil hukum dari Fani, yakni Melzon Beri, merinci urutan peristiwa awal ketika kliennya bertemu dengan mantan Kapolres Ngada, Fajar Lukman, yang juga disebut sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerkosaan terhadap tiga orang anak di Kupang, NTT.
Melzon Beri menyatakan bahwa Fani mengaku sepenuhnya atas tindakan yang dilakukannya ketika jaksa meninjau kembali berkas perkara tersebut.
Pada kesempatan itu, Fani menyampaikan keterangannya dengan jujur tanpa ada tekanan atau kekerasan sepanjang proses hukum berjalan.
"Pada pemeriksaan tersebut, klien kami telah menyatakan setuju dengan seluruh isi dari berita acara pemeriksaan (BAP) dan bahkan memastikan bahwa dirinya tidak merasakan adanya tekanan atau pemaksaan sepanjang proses penyelidikan," ungkap Melzon Beri saat ditemui di Kejaksaan Negeri Kota Kupang pada hari Kamis tanggal 12 Juni 2025.
Selanjutnya, saat melakukan penyelidikan, jaksa juga menyelidiki bagaimana awal pertemuan diantara Fani dan Fajar Lukman

Berdasarkan informasi yang diberikan, Fani pertama kali hanya kenal lelaki itu sebagai Fandi saja dan dia baru sadar kalau Fandi merupakan bagian dari kepolisian.
Pertama-tama, Fani tak menyadari kalau Fandi sebenarnya adalah Fajar Lukman, mantan Kapolres Ngada yang saat ini menjadi tersangka.
Rapat antara Fani dan Fajar diatur oleh seorang individu yang menjangkau Fani lewat WhatsApp.
Orang itu mengharapkan Fani untuk mendampingi Fajar.
Setelah bertemu dengannya secara langsung, Fani menyadari bahwa Fandi tertarik pada anak di bawah umur.
"Teman wanita Fani yang berperan sebagai penghubung dalam pertemuan itu juga disinggung. Meskipun nama lengkapnya tak diutarakan secara eksplisit oleh klien kita, namun telah dicatat pada Berkas Pelaporan Acara," ungkapnya.
Fani selanjutnya di minta oleh Fandy untuk mengantar tiga korban anak tersebut.
Pada saat itu juga terjadi pelecehan seksual oleh Fandi terhadap tiga buah hati dalam sebuah penginapan di Kota Kupang.
Perwakilan hukum Fani berharap bahwa sidang mendatang bakal menyingkap bukti-bukti segar serta memacu petugas kepolisian agar menyelidiki individu-individu tambahan yang disinyalir terkait kasus ini.
Dijerat Pasal Berlapis
Kepala seksi Penjelasan Hukum (Kasihupen) dari Lembaga Kehakiman Tinggi NTT, Raka Putra Dharmana, mengungkapkan bahwa Fani dikenakan beberapa undang-undang bertumpuk.
Pada kasus ini, Fani dikenakan Pasal 81 Ayat (2) atau mungkin juga Pasal 82 Ayat (1) bersamaan dengan Pasal 76E dari UU No. 23 Tahun 2002 mengenai Pelindungan Anak yang kemudian diubah oleh UU No. 17 Tahun 2016 sebagai peraturannya.
Pasal-pasal tersebut mengandung sanksi hukuman kurungan antara lima tahun sampai dengan lima belas tahun, ditambah denda tertinggi mencapai Rp 5 miliar.
Di samping itu, Fani juga dituntut berdasarkan Pasal 6 ayat c UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, yang berkaitan dengan eksploitasi seksual, dengan hukuman penjara selama tidak lebih dari dua belas tahun atau denda tertinggi mencapai Rp 300 juta.

Pasal-pasal lain yang juga berlaku meliputi Pasal 2 Ayat (1) bersama dengan Pasal 10 dan Pasal 17 dari UU No. 21 Tahun 2007 mengenai Pencegahan dan Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Manusia.
Bagian ini mencakup sanksi kurungan penjara minimal tiga tahun maksimal lima belas tahun, disertai denda sebesar Rp 120 juta sampai dengan Rp 600 juta.
"Penerapan pasal secara beragam ini disesuaikan dengan struktur hukum serta bukti-bukti yang sudah terkumpul sepanjang tahap penyelidikan. Selanjutnya, penuntutan akan mempertimbangkan pasal manakah yang paling efektif untuk dipertahankan dalam sidang," jelas Raka Putra Dharmana.
Posting Komentar