wartamoro.com Pengusaha hotel di sektor pariwisata tampaknya terus berpikir keras.
Pemilik penginapan perlu mengoptimalkan kreativitas untuk bertahan di situasi yang sedang terjadi saat ini.
Kebijakan penghematan anggaran ternyata memberikan dampak negatif terhadap pengelola hotel, termasuk hotel mewah di Kota Bekasi.
Di tengah tantangan pemerintah dan upaya penghematan, ternyata sektor pariwisata, khususnya hotel, menjadi wilayah yang paling terkena dampak.
Bukti nyata ditemukan dengan adanya sebuah hotel mewah di wilayah Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, yang diduga memiliki tunggakan pajak sebesar Rp 3 miliar.
Kepala Divisi Pengawasan dan Pengendalian Pajak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi, Robbie Arfiansyah mengonfirmasi bahwa hotel tersebut mengalami kesulitan dalam membayar pajak karena penurunan omzet akibat kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.
Kini, sebuah hotel berbintang empat, menurut informasi, ditempeli stiker tidak patuh pajak oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
"Peristiwa menunggak pajak tersebut disebabkan oleh efisiensi ini. Terkadang kementerian mengadakan acara di sana, lalu pemkot juga mengadakan acara di tempat yang sama, sehingga hal ini sangat berdampak. Intinya, total tunggakan pajak restoran dan hotel mencapai Rp 3 miliar," ujar Robbie, Selasa (29/7/2025), seperti dikutip wartamoro.com dariWartakotalive.com, Rabu (30/7/2025).
Robbie menjelaskan bahwa hotel berkategori mewah sering disebut sebagai 'Primadona' dalam berbagai kegiatan pemerintah pusat maupun Pemkot Bekasi.
Hanya saja penilaian tersebut perlahan menghilang setelah pemerintah memutuskan untuk menghemat anggaran.
Akibatnya, kebijakan tersebut justru merugikan industri perhotelan.
Bukan hanya efisiensi anggaran, kondisi perekonomian nasional yang sedang lesu juga dianggap berdampak pada iklim bisnis perhotelan di Kota Bekasi.
"Kemudian sekarang ekonomi sedang lesu. Kota Bekasi bukan kota wisata, jadi orang yang datang ke sini biasanya sambil bekerja, dan kalau hari Sabtu-Minggu pergi keluar kota," katanya.
Robbie menyampaikan terkait hal tersebut, pihaknya akan mengizinkan pihak hotel untuk melunasi utang secara bertahap dalam jangka waktu dua tahun ke depan.

Jika nanti tunggakan telah dibayar, stiker tidak patuh pajak bisa dilepaskan.
"Jika sudah mulai membayar, nanti stikernya akan kami lepaskan," tutupnya.
Tampaknya fenomena banyaknya hotel yang mulai bangkrut dan akhirnya dijual oleh pemiliknya tidak bisa lagi dinafikan.
Beberapa hotel dijual melalui pasar dengan harga mencapai Rp 200 miliar.
Banyak hotel di Jawa Tengah terdampak oleh kebijakan penghematan anggaran yang menyebabkan tingkat okupansi menurun.
Melansir dari Kompas.com, di platform penjualan properti, terdapat banyak sekali bangunan hotel yang dijual di Jawa Tengah.
Seperti yang ada di Kebumen, terdapat sebuah hotel seluas tiga hektar yang ditawarkan di marketplace dengan harga sebesar Rp 200.000.000.000 (Rp 200 miliar).
Selain itu, terdapat pula bangunan bekas hotel berlantai 15 di Kota Semarang yang juga tampak dijual melalui pasar online.
Konsultan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Tengah, Benk Mintosih, menyatakan bahwa situasi sektor perhotelan di Jawa Tengah saat ini sedang mengalami penurunan.
"Yang paling terdampak adalah bintang tiga ke atas. Terutama pemilik usaha yang bisnisnya hanya satu, yaitu hotel saja," ujar Benk saat ditanya mengenai banyaknya hotel yang dijual di pasar online, Selasa (10/6/2025).
Ia tidak membantah bahwa banyak karyawan hotel yang telah di-PHK akibat penurunan pendapatan yang signifikan.
"Lebih dari 1.000 (pegawai di-PHK). Jawa Tengah telah melebihi (seribu)," katanya.
Menurutnya, karyawan hotel yang mengalami pemutusan hubungan kerja sudah tidak terhitung jumlahnya. Pemutusan hubungan kerja umumnya telah terjadi di seluruh hotel di Jawa Tengah.
"Intinya sudah banyak, terutama yang memiliki ruang rapat," katanya.
Selain itu, hampir semua penginapan di Jawa Tengah juga sudah tidak lagi mengontrak tenaga harian akibat pendapatan yang menurun.
"Tidak lagi ada (tenaga harian). Di mana pun di hotel sudah tidak ada," katanya.
Namun, ia tidak membantah masih terdapat sejumlah hotel yang tidak tega melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya, tetapi jumlahnya tidak banyak.
"Lalu mereka itu jika masih bijaksana, masih tidak tega jadi bermain hari ini, masuk besok libur begitu," kata Benk.
Ia menegaskan bahwa pengunjung umum tidak mampu sepenuhnya menggantikan pendapatan dari tamu MICE (Meetings, Incentives, Convention, and Exhibitions).
Hal ini terjadi karena para wisatawan biasanya hanya menyewa kamar, sedangkan kegiatan MICE mencakup paket lengkap yang meliputi kamar, ruang rapat, hingga layanan restoran.
"Segera belanja atau bersantai saja," kata Benk.
Di sisi lain, karyawan di Kota Batu, Jawa Timur saat ini juga sedang menghadapi badai pemutusan hubungan kerja (PHK).
Karena data dari Dinas Tenaga Kerja Kota Batu sejak Januari hingga pertengahan Mei 2025 menunjukkan ratusan karyawan di berbagai perusahaan di Kota Batu mengalami pemutusan hubungan kerja.
Diketahui bahwa perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) berasal dari sektor perusahaan unggas dan pariwisata.
Terdapat 143 karyawan yang di-PHK. Data ini mencakup periode Januari hingga Mei. Mengenai penyebab PHK yang dilakukan perusahaan, ada berbagai faktor yang memengaruhi. Kondisi keuangan perusahaan yang sedang tidak stabil atau kesalahan serius yang dilakukan oleh karyawan bisa menjadi alasan," ujar Kabid Hubungan Industrial Diisnaker Kota Batu, Suyanto, Selasa (27/5/2025).
Suyanto menyampaikan angka tersebut hampir serupa dengan jumlah pemutusan hubungan kerja di Kota Batu pada tahun 2024 lalu. Pemutusan hubungan kerja dilakukan perusahaan guna dialihkan menjadi tenaga outsourcing.
"Tahun lalu ada 145 orang. Mayoritas berasal dari perusahaan peternakan ayam di Giripurno Batu, demikian juga tahun ini," katanya.
Mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) ini, lanjut Suyanto, karyawan yang terkena dampak pemutusan hubungan kerja dapat mengajukan tuntutan agar hak mereka terpenuhi.
"Disnaker berperan sebagai perantara antara karyawan dan perusahaan, dengan adanya perhitungan pesangon yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta PP No. 35 Tahun 2021," tutupnya.
Posting Komentar