
wartamoro.com, Kita mungkin semua telah merasakan situasi saat tubuh terasa nyeri di area punggung atau tenggorokan, lalu segera mencari tahu gejalanya melalui internet. Hal ini seringkali berakhir dengan rasa khawatir dan gugup.
Sebenarnya, di sana kita hanya berspekulasi tanpa melakukan pemeriksaan langsung ke dokter, dan dengan berbagai informasi yang tersedia di internet, kadang-kadang hal ini bisa menyebabkan kita terperosok dalam "diagnosis diri" sendiri.
Berdasarkan artikel yang dipublikasi oleh laman DM News pada hari Minggu (04/05), berdasar pendapat para ahli neurosains, ada enam dampak yang mungkin timbul bila Anda selalu mencari tahu tentang gejala-gejala suatu penyakit secara online:
1. Menemukan tanda-tanda bisa memperparah ketakutan
Saat kita secara terus-menerus mencari data tentang gejala-gejala suatu penyakit yang mempengaruhi kesehatan, ketakutan kita dapat meningkat dengan cepat dari tidak ada hingga sangat tinggi. Penelitian telah berkali-kali menyatakan bahwa menjelajahi internet cenderung menambah kegelisahan pada individu yang sudah khawatir tentang kondisi kesehatannya sendiri.
Pada sebuah penelitian spesifik yang dijalankan oleh tim riset dari Universitas St. John, partisipan yang mencetak tinggi dalam tes penyakit merasakan rasa cemas pasca-putaran pencarian berdasarkan gejala. Mereka menjadi lebih gelisah seiring bertambahnya gulungan informasi tersebut, justru menentang ekspektasi ketenangan yang ingin mereka peroleh.
2. Menggulir mungkin memperdalam blues
Kecemasan tidaklah menjadi kondisi emosional tunggal yang bisa memuncak saat kita menghabiskan waktu lama dalam mencari informasi tentang kesehatan secara daring. Kadang-kadang, penjelajahan berlebihan tersebut juga mampu menimbulkan perasaan depresi atau frustasi.
Berdasarkan suatu penelitian jangka panjang yang dipublikasi di PubMed, sering mencari informasi dapat menyebabkan kenaikan tingkat depresi. Peneliti menduga hal ini disebabkan oleh pemikiran konstan mengenai kemungkinan kondisi buruk yang bisa merosotkan kekuatan mental seseorang.
Sebaliknya dari mengawasi dengan cermat agar selalu up-to-date, kami justru mempertimbangkan kemungkinan terburuk, yang bisa menimbulkan rasa ketakutan dalam diri kita. Secara psikologis, hal ini cukup beralasan.
3. Efek domino dari cyberchondria
Apabila permulaannya adalah sebuah pertanyaan sederhana – "Kenapa aku batuk terus-menerus?" – hal tersebut bisa mengarah pada suatu rangkaian efek bertumpu yang dikenal oleh para psikolog sebagai "صند cyberchondria Ini merujuk pada pengecekan gejala kompulsi melalui platform daring.
Studi teranyo menunjukkan bahwa adanya pengecekan perilaku berulang berkorelasi dengan tingkat kekhawatiran yang meningkat, pikiran mengganggu secara obsesif, serta rasa percaya diri yang lebih rendah. Akibat bergulir ini dapat mempengaruhi banyak aspek dalam hidup individu tersebut. cyberchondria Ini melebihi ketakutan terkait kondisi fisik.
4. Susunan otak bisa berpindah posisi
Salah satu studi yang cukup membingungkan menunjukkan betapa kuatnya dampak cemas berlebih terhadap kesehatan bisa menciptakan perubahan fisik pada otak. Kadang-kadang kita melihat ketidaknyamanan ini hanya sebagai respons emosi belaka, namun sebenarnya hal tersebut bisa merombak struktur saraf secara bertahap seiring waktu.
Penelitian tentang pencitraan menemukan adanya penipisan materi abu-abu dalam bagian kiri precuneus serta gangguan pada hubungan jaringan saraf menuju area visual pada individu yang sangat khawatir akan gejalanya sendiri. Hal ini membuktikan bahwa rasa takut berkelanjutan bukan saja mempengaruhi pemikiran, tetapi juga bisa merubah mekanisme otak saat menerima dan menjalankan interpretasi atas data yang diterima.
5. Ketidakkonsisten sirkuit berubah menjadi chaos
Pesan utama dari fenomena ini berkaitan dengan cara kita berurusan dengan ketidaktentuan. Saat menghadapi tanda-tanda tidak jelas sepetti rasa sakit perut yang muncul dan hilang, otak kita cenderung mencari penjelasan yang pasti dan tegas.
Para peneliti saraf menemukan bahwa korteks cingulate anterior, terkadang disebut sebagai sistem peringatan otak, beraktivitas lebih intensif pada orang-orang dengan kecemasan saat mereka menghadapi data yang samar atau tak lengkap.
Inilah kondisi yang dihadapi secara daring, kita mengidentifikasi berbagai pilihan penyebab masalah tersebut, dengan setiap opsi berkembang ke ratusan versinya.
6. Dopamin terus berlangsung
Apabila Anda pernah mengalami kesulitan untuk berhenti melakukan penelitian, meskipun hal tersebut menyebabkan penderitaan, mungkin ada alasan biologis di baliknya yakni dopamin.
Transmisi saraf ini umumnya dihubungkan dengan perasaan kebahagiaan dan apresiasi, namun juga berkaitan erat dengan tindakan mencari seperti merenda tanpa henti lewat berbagai laman web. Singkat kata, dopamin mendorong Anda untuk terus tertarik pada siklus pengejaran tersebut.
Menurut laman Hello Sehat pada hari Minggu (04/05), mencari terlalu banyak informasi mengenai gejala-gejala suatu penyakit di internet bukan saja dapat menyebabkan kecemasan yang ekstrem, namun juga memiliki potensi untuk masalah-masalah tambahan.
Dalam situasi yang lebih serius, mereka cenderung lebih memilih untuk merawat diri sendiri dengan menggunakan obat dari apotek atau ramuan herba yang mungkin menyebabkan dampak negatif tertentu.
Posting Komentar