Penetrasi mobil listrik dari Tiongkok di Indonesia terjadi secara signifikan dalam beberapa tahun belakangan. Merek seperti Wuling, BYD, dan Chery berhasil menarik perhatian berkat strategi harga yang kompetitif, dukungan insentif pemerintah, serta jaringan dealer yang aktif. Pameran otomotif besar di Indonesia selalu memperlihatkan rangkaian mobil listrik Tiongkok yang semakin siap bersaing dengan merek Jepang maupun Korea.
Namun, keadaannya berbeda ketika melihat motor listrik. Meskipun motor listrik Tiongkok lebih dahulu hadir di Indonesia, penetrasinya tidak sebesar mobil listrik. Kehadiran mereka kurang diminati dibandingkan produk lokal. Padahal, potensi pasar roda dua di Indonesia sangat besar dengan jumlah sepeda motor yang beredar mencapai ratusan juta unit. Lalu, apa yang menyebabkan motor listrik Tiongkok belum mampu masuk ke pasar sebesar mobil listrik mereka?
1. Persaingan yang ketat dengan pemain asli lokal
Berbeda dengan pasar mobil yang masih cukup terbuka, industri sepeda motor di Indonesia telah lama didominasi merek Jepang seperti Honda dan Yamaha. Pada segmen motor listrik, pemain lokal mulai muncul dengan mengusung identitas nasional, seperti Gesits dan Selis.
Merek-merek ini memperoleh keuntungan karena dianggap lebih dekat dengan pelanggan serta sering mendapatkan dukungan pemerintah melalui program pengujian. Sepeda motor listrik Tiongkok kesulitan bersaing karena tidak hanya menghadapi dominasi Jepang, tetapi juga harus beradaptasi dengan merek lokal yang lebih dikenal oleh masyarakat.
2. Harga dan mutu yang belum sejalan
Mobil listrik Tiongkok berhasil menarik perhatian karena menawarkan harga yang jauh lebih murah dibandingkan pesaing asal non-Tiongkok dengan fitur yang modern. Namun, dalam hal motor listrik, keunggulan harga tersebut tidak terlalu terasa. Banyak produk motor listrik Tiongkok justru dijual dengan harga serupa atau bahkan lebih mahal dibandingkan motor bensin entry-level dari Jepang yang sudah sangat diandalkan oleh konsumen.
Di sisi lain, kualitas serta layanan purna jual kendaraan listrik Tiongkok masih dinilai tidak stabil. Keadaan ini membuat para konsumen enggan beralih, terlebih jika dibandingkan dengan ketahanan, jaringan perbaikan, dan kelengkapan suku cadang.
3. Infrastruktur serta kebiasaan pengguna
Kunci keberhasilan mobil listrik Tiongkok terletak pada dukungan infrastruktur pengisian daya yang secara perlahan mulai berkembang, khususnya di kota-kota besar. Sementara untuk motor listrik, konsumen lebih terbiasa dengan fleksibilitas motor bensin yang bisa diisi bahan bakar dengan cepat di mana saja.
Banyak motor listrik asal Tiongkok yang masuk ke Indonesia menggunakan sistem baterai yang terpasang permanen, sehingga tidak dapat diganti secara cepat. Padahal, kebutuhan konsumen motor di Indonesia menginginkan kemudahan, khususnya bagi pengemudi ojek online dan pengguna harian. Inovasi penggantian baterai yang kini mulai diuji coba oleh beberapa perusahaan justru lebih banyak dilakukan oleh pemain lokal bekerja sama dengan BUMN dibandingkan merek-merek Tiongkok.
Oleh karena itu, meskipun potensi pasar sepeda motor listrik di Indonesia sangat besar, merek-merek asal Tiongkok masih menghadapi tantangan untuk memperoleh kesuksesan yang sama seperti mobil listrik mereka. Persaingan ketat dari merek Jepang dan lokal, harga yang belum cukup menarik, serta keterbatasan infrastruktur menyebabkan pertumbuhan penetrasi mereka menjadi lambat.
Jika ingin lebih diakui, motor listrik Tiongkok perlu mampu memberikan solusi yang benar-benar sesuai dengan gaya hidup dan kebutuhan pengendara sepeda motor di Indonesia. Konsumen tidak hanya mencari kendaraan yang murah, tetapi juga menginginkan kenyamanan, layanan pascapenjualan, serta kemudahan dalam penggunaan sehari-hari.
Mengapa Harga Mobil Listrik Turun Cepat Saat Dijual Kembali?
Posting Komentar